Selasa, 30 Desember 2008

Apakah Kepiting Halal?

Assalammualaikum Wr Wb

Kita Sering melihat restoran sea food yang menawarkan kepiting sebagai menunya, tapi kita suka ragu apakah sudah halal atau masih haram. Berikut adalah kutipan Fatwa MUI tentang kepiting :


KEPUTUSAN FATWA KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA tentang KEPITING

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam rapat Komisi bersama dengan Pengurus Harian MUI dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika

Majelis Ulama Indonesia (LP.POM MUI), pada hari Sabtu, 4 Rabiul Akhir 1423 H./15 Juni 2002 M.,

Setelah

MENIMBANG

1. bahwa di kalangan umat Islam Indonesia, status hukum mengkonsumsi kepiting masih dipertanyakan kehalalannya;

2. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang status hukum mengkonsumsi kepiting, sebagai pedoman bagi umat Islam dan pihak-pihak lain yang memerlukannya.

MENGINGAT

1. Firman ALLOH SWT tentang keharusan mengkonsumsi yang halal dan thayyib (baik), hukum mengkonsumsi jenis makanan hewani,dan sejenisnya, antara lain :

2. “Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS. Al-Baqarah [2]:168).

3. “(yaitu) orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka,yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk… “ (QS. al-A’raf[7]: 157).

4. Mereka menanyakan kepadamu: “Apakah yang dihalalkan bagi mereka? ” Katakanlah: “Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan ALLOH kepadamu. Maka, makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama ALLOH atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada ALLOH, sesungguhnya ALLOH amat cepat hisab-Nya”. Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan ALLOH kepadamu; dan syukurilah ni’mat ALLOH jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang ALLOH telah berikan kepadamu, dan bertakwalah kepada ALLOH yang kamu beriman kepada-Nya. Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang baik, bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan panjang,..”(OS. al-Baqarah [2] : 172).

5. Kemudian Nabi menceritakan seorang laki-laki yang melakukan perjalanan panjang, rambutnya acak-acakan, dan badannya berlumur debu.Sambil menengadahkan kedua tangan ke langit ia berdoa, ‘Ya Tuhan, ya Tuhan,.. (berdoa dalam perjalanan, apalagi dengan kondisi seperti itu, pada umumnya dikabulkan oleh ALLOH swt. Sedangkan, makanan orang itu haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi makan dengan yang haram. (Nabi memberikan komentar),’Jika demikian halnya, bagaimana mumgkin ia akan dikabulkan doanya”… (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

“Yang halal itu sudah jelas dan yang harampun sudah jelas; dan di antara keduanya ada hal-hal yang musytabihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halas haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barang siapa hati-hati dari perkara syubhat sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya…” (HR.Muslim).

6. Hadis Nabi : “Laut itu suci airnya dan halal bangkai (ikan)-nya” (HR.Khat-iisa11),

7. Pada dasarnya hukum tentang sesuatu adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya

8. Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga MUI Periode 2001-2005

9. Pedoman Penetapan Fatwa MUI

Memperhatikan :

1. Pendapat Imam Al Ramli dalam Nihayah Al Muhtajila Ma’rifah Alfadza-al-Minhaj, (t.t : Dar’al -Fikr,t.th) juz VIII, halaman 150 tentang pengertian “Binatang laut/air ,dan halaman 151- 152 tentang binatang yang hidup di laut dan di daratan

2. Pendapat Syeikh Muhammad al-Kathib a;-Syarbainidalam Mughni Al-Muhtajila Ma’rifah Ma’ani Al-Minhaj, (t.t :D ar Al-Fikr, T.th), juz IV Hal 297 tentang pengertian “binatanglaut/Air “, pendapat Imam Abu Zakaria bin Syaraf al-Nawawi dalam Minhaj Al-Thalibin, Juz IV, hal. 298 tentang binatang laut dan di daratan serta alasan (’illah) hukum keharamannya yang dikemukakan oleh al-Syarbaini :

3. Pendapat Ibn al’Arabi dan ulama lain sebagaimana dikutip oleh Sayyid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah (Beirut : Dar al-Fikr,1992), Juz lll, halaman 249 tentang “binatang yang hidup di daratan dan laut”

4. Pendapat Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA (anggot A Komisi Fatwa) dalam makalah Kepiting : Halal atau Haram dan penjelasan yang disampaikannya pada Rapat Komisi Fatwa MUI, serta pendapat peserta rapat pada hari Rab 29 Mei2002 M./ 16Rabi’ul Awwal 1421 H.

5. Pendapat Dr. Sulistiono (Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB) dalam makalah Eko-Biologi Kepiting Bakau (Scylllaspp) dan penjelasannya tentang kepiting yang disampaikan pada Rapat Komisi Fatwa MUI pada hari Sabtu, 4 Rabi’ul Akhir 1423 H / 15 Juni 2002M, antara lain sebagai berikut:

6. Ada 4 (empat) jenis kepiting bakau yang sering dikonsumsi dan menjadi komoditas, yaitu :
a. Scylla serrata,
b. Scylla tranquebarrica,
c. Scylla olivacea, dan
d. Scylla pararnarnosain.

Keempat jenis kepiting bakau ini oleh masyarakat umum hanya disebut dengan “kepiting”
1. Kepiting adalah jenis binatang air, dengan alasan:
a. Bernafas dengan insang.
b. Berhabitat di air.
c. Tidak akan pernah mengeluarkan telor di darat, melainkan di air karena memerlukan oksigen dari air.

2. Kepiting termasuk keempat jenis di atas(lili._angka 1) hanya ada yang:
a. hidup di air tawar saja
b. hidup di air taut saja, dan
c. hidup di air laut dan di air tawar. Tidak ada yang hidup atau berhabitat di dua alam : di laut dan di darat.

Rapat Komisi Fatwa MUI dalam rapat tersebut, bahwa kepiting, adalah binatang air baik di air laut maupun di air tawar dan bukan binatang yang hidup atau berhabitat di dua alam : di laut dan di darat :

Dengan bertawakkal kepada ALLOH SWT.

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : FATWA TENTANG KEPITING

1. Kepiting adalah HALAL dikonsumsi sepanjang tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia.
2. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian hari terdapat kekeliruan, akan diperbaiki sebagaimana mestinya.

Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.

Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal : 4 Rabi’ul Akhir 1423 H. 15 Ju1i2002M

KOMISI FATWA
MAJLIS ULAMA INDONESIA

Terlepas dari fatwa MUI tersebut, kembali ke diri kita masing-masing apakah kita akan mengikuti atau tidak. Kita sebagai umat Islam diwajibkan untuk mengikuti perintah atau petunjuk dari 3 sumber, yaitu Al Quran, Hadist, dan Ulil Amri. ketiga sumber tersebut akan salaing melengkapi. MUI dapat dianggap sebagai Ulil Amri kita di Indonesia terutama, oleh sebab itu kita mengikuti petunjuk dan perintah dari mereka. Untuk kasus ini menurut saya, tidak memberikan suatu keharusan atau kewajiban untuk mengikuti fatwa ini. Jika didalam diri tidak meyakini atau masih ragu, maka dapat tidak mengikuti.

Wallahu A'lam
Read more!

Jumat, 26 Desember 2008

Membahagiakan Orang Lain

Assalammualaikum Wr Wb,

Apakah kita selalu membahagiakan orang lain? apakah kita selalu mendahulukan kebahagiaan orang lain sebelum kebahagiaan kita?

Mungkin pertanyaaan tersebut bisa timbul kapan saja dalam diri kita, ada orang yang selalu membuat orang lain bahagia atau senang baru kemudian dirinya. Ada lagi orang yang tidak perduli akan kebahagiaan orang lain, bagi dia yang terpenting adalah kebahagiaan dirinya yang harus diutamakan (tidak perduli dengan orang lain).


Bagi seorang muslim, membahagiakan orang lain itu menjadi suatu perbuatan yang diperintahkan oleh Rasullullah saw. Karena perilaku tersebut dapat memberikan pahala yang besar bagi pelakunya, hal tersebut terdapat pada beberapa hadist berikut ini :

1. "Orang yang ingin mengembirakan saudaranya sesama muslim dalam suatu pertemuan, pada hari kiamat nanti, Allah pasti mengembirakannya." (HR ath-Thabrani)
2. Umar Meriwayatkan, " Amal yang paling utama adalah membuat Mukmin lain bergembira, seperti memberi pakaian, membuatnya kenyang, atau memenuhi kebutuhannya." (HR ath-Thabrani)
3. "Amal yang paling dicintai Allah SWT setelah menunaikan ibadah fardhu adalah mengembirakan orang muslim lain." (HR ath-Thabrani)
4. "Orang yang menjadi mediator bagi saudaranya menemui penguasa atau orang yang berkedudukan tinggi guna menyampaikan kebaikan atau mengembirakannya, di surga nanti, Allah SWT memberinya kedudukan tinggi." (HR ath-Thabrani)
5. "Orang yang menembirakan saudaranya semuslim pasti mendapat ampunan." (HR ath-Thabrani)
6. 'Abdullah bin 'Umar meriwayatkan, ada seorang lelaki yang datang kepada Rasulullah saw dan bertanya, "Rasulullah, siapakah yang paling dicintai Allah?", Rasulullah saw menjawab, "orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling banyak jasanya kepada orang lain. Sedangkan Amal yang paling dicintai Allah adalah membahagiakan orang lain, dengan cara menolongnya dalam menghadapi masalah, membayarkan hutangnya, atau membuang rasa laparnya. Ketahuilah, berjalan bersama seseorang untuk satu keperluan, lebih aku cintai daripada beriktikaf di masjid ku ini selama sebulan. Selain itu, orang yang mampu menahan rasa marahnya, meskipun dia mampu melampiaskannya, pada hari kiamat nanti, Allah pasti memnuhi hatinya dengan keridhaan. Sedangkan, orang yang mendampingi saudaranya untuk suatu keperluan hingga tercapai, dimana banyak kaki tergelincir, Allah pasit menetapkan kedua kakinya." (HR Abu al-Qasim al-ashfahani)
7. "Orang yang membahagiakan orang lain, Allah pasti akan memasukannya kedalam surga." (HR ath-Thabrani)
8. "Siapa yang membahagiakan orang lain, maka Allah akan menjadikan rasa bahagia itu menjadi Malaikat yang selalu menyembah dan mengesakan Allah. Ketika orang yang gemar membahagiakan terebut sudah berada didalam kubur, rasa bahagia itu datang dan bertanya, 'Apakah anda mengenaliku?' orang itu balik bertanya, 'Siapa anda?' rasa bahagia itu berkata 'Saya adalah rasa bahagia yan anda berikan kepada Fulan. Sekarang, saya menemani kesendirian anda. Selain itu, saya akan mendiktekan jawaban dari pertanyaan yang akan diajukan kepada anda. Setelah hari kiamat datang, saya juga menjadi saksi bagi anda. Saya juga meminta Syafaat kepada Allah untuk anda. Setelah itu , Saya perlihatkan kepada anda tempat tinggal anda di surga." (HR IbnuAbu ad-Dunya)

Subhanallah, kalau kita liat dari beberapa hadist diatas jelaslah bahwa pahala kita membahagiakan orang lain sangatlah besar. Dan Kebahagiaan itu akan menjadi malaikan yang akan menemani kita dialam kubur dan menjadi saksi atas amal kita di dunia jika tiba hari kiamat.

Maka janganlah ragu untuk berbuat baik kepada sesama, selama kita Iklas Allah pasti akan membalasnya dengan pahala yang berlipat ganda. Amin
Read more!

Kamis, 25 Desember 2008

Menerima kembali barang jualan karena complain pembeli

Assalammualaikum Wr Wb

Kita sering melihat atau membaca tulisan atau pengumuman yang isinya "Barang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan", untuk masyarakat Indonesia sekarang hal tersebut menjadi lumrah atau menjadi hal yang wajar. Oleh sebab itu sering kita melakukan cek dan recek kembali barang yang akan kita beli sebelum kita membayarnya.


Tapi ternyata jika kita sebagai pedagang dan kita mau menerima kembali barang yang telah dibeli karena complain maka kita akan mendapat pahala yang besar dari Allah, hal ini berdasarkan beberapa hadist berikut ini :

1. Abu Syuraih meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda, "Siapa saja yang menerima kembali barangyang sudah dijual kepada saudaranya, niscaya Allah SWT akan membebaskannya pada hari kiamat nanti." (HR Ath-Thabrani)

2. Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah saw pernah bersabda, "Seseorang yang menerima kembali barang yang sudah dijual kepada seorang muslim disebabkan karena terlanjur membeli, maka Allah akan menerima keterlanjuran (pedagang) itu pada Hari Kiamat nanti. " (HR Abu Abu Dawud)

Dari 2 hadist diatas jelaslah bahwa pahala seorang pedagang yang menerima kembali barang dagangannya oleh seorang pembeli, maka Allah akan menggantinya di hari kiamat nanti.

Wallahu A'lam.
Read more!

Senin, 22 Desember 2008

Menyusui Seorang Suami

Assalammualaikum ...

ASI merupakan makanan penting bagi bayi, didalamnya banyak terkandung zat-zat gizi
yang berguna dalam pertumbuhan (karena ini lah pemerintah mencanangkan program "ASI Exclusive" bagi bayi selama 2 tahun). Salah satu kandungan pening dalam ASI adalah terdapatnya kandungan OMEGA 3 asam linoleat alfa yang sangat-sangat berguna bagi perkembangan otak dan retina, terlebih lagi untuk bayi dalam awal-awal pertumbuhannya. Untuk jangka panjang ASI sangat berguna untuk tekanan darah [1].

Tapi bagaimana kalau ASI tersebut diminum atau tertelan oleh suami?
pertanyaan ini sering menjadi buah bibir di setiap forum. dari beberapa literatur banyak yang bilang suami yang meminum ASI istrinya akan menjadi mahramnya. Ada beberapa dalil yang menyatakan hal tersebut diatas, yaitu :
1. Firman Allah SWT
“Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan”(QS. An-Nisaa`: 23)
Dari surah diatas sudah jelas bahwa jika ada seorang anak yang menyusu kepada seorang ibu, maka jadilah ia ibu dari anak tersebut, atau yang biasa disebut ibu susuan. sehingga diharamkan bagi mereka berdua untuk menikah.

2. Hadist Nabi

“Diharamkan dari persusuan sebagaimana diharamkannya dari -sebab- kelahiran.” (Hadits shahih diriwayatkan Malik dan Syafi`i)

Dan dalam riwayat bahwa Nabi saw ditawari menikahi anak perempuan dari shahabat Hamzah bin Abdul Muthalib, maka Baliau saw bersabda, “Sesungguhnya dia (wanita) itu anak perempuan dari saudara sesususanku (Hamzah), dan sesungguhnya telah diharamkan dari sebab persusuan sebagaimana diharamkannya dari sebab nasab”. (HR. Muslim).

Tetapi jika telah berumur diatas 2 tahun maka ia tidak dikatakan menyusui, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, yakni “Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”. (QS. Al-Baqarah: 233).

Dalam atsar dari Ibnu Mas`ud Radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Asy-Syafi`i dalam kitab Al-Umm, dari Malik, dari Yahya bin Sa`id, “Bahwasanya Abu Musa berkata; ‘Aku tidak mengatakan tentang menyusunya seorang yang telah besar kecuali haram hukumnya’. Maka Ibnu Mas`ud berkata, ‘Telitilah dulu apa yang telah engkau fatwakan kepada orang ini’. Abu Musa berkata lagi, ‘Lalu apa yang anda katakan?’. Jawab Ibnu Mas`ud, ‘Tidak dikatakan menyusui kecuali bila di bawah dua tahun’. Lalu Abu Musa berkata, ‘Tidak dikatakan menyusui kecuali bila di bawah dua tahun.’ Lalu Abu Musa berkata, ‘Janganlah kalian bertanya kepadaku selama tinta ini (Ibnu Mas`ud) ada diantara kalian.’” )HR. Asy-Syafi`i di dalam Al-Umm 5/49, Malik 2/117, Al-Baihaqi 7/462).

Dalam hadits `Aisyah Radiyallahu Anha, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Tidak menjadikan haram satu atau dua sedotan.’” (HR. Muslim (1158)).

Dalam kitab Al-Mughni disebutkan bahwa dari syarat berlakunya hukum keharaman (untuk nikah) lantaran sebab persusuan adalah pada masa “haulani”, yakni kurang dari dua tahun. (Ibnu Qudamah, vol. 1 hal. 319). Ini adalah pendapat kebanyakan ahli ilmu, semisal shahabat `Umar, `Ali, Ibnu `Umar, Ibnu `Abbas, Ibnu Mas`ud, dan Abu Hurairah, serta sederetan dari istri-istri Nabi saw kecuali `Aisyah ra. Adapun `ulama yang sependapat (dengan `ulama-`ulama dari kalangan shahabat) dari thabi`in seperti Asy-Sya`bi, Al-Auza`i, Asy-Syafi`i, Ishaq, Abu Yusuf, dan lain-lain. Dalam riwayat Malik dikatakan, “Hukumnya sama meskipun lebih satu atau dua bulan dari batasan waktu ‘haulani’ (dua tahun). Ibnul qashim meriwayatkan dari Malik bahwa ia berkata, “Persusuan itu (waktunya) pada dua tahun atau dua bulan selanjutnya.” (Al-Qurthubi, vol. 3 hal. 162).

Adapun `Aisyah dan `ulama-`ulama lain seperti Atha`, Al-Laist, Dawud Azh-Zhahiri, dan lain-lain, mengatakan bahwa menyusunya orang yang sudah besar itu menjadi penyebab keharaman (Ibnu Qudamah, vol. 11 hal. 318). Artinya apabila ada seorang wanita bukan mahram kemudian menyusui seorang laki-laki yang sudah dewasa maka ia akan menjadi mahram lantaran persusuan itu. Pendapat ini berdasar ayat 33 dari surat An-Nisaa` dan juga sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Sahlah binti Suhail, ia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah menganggap Salim sebagai anak, ia tinggal bersamaku dan Abu Hudzaifah (suaminya) dalam satu rumah. Ia (Salim) telah melihatku dengan pakaian kerja (bukan jilbab) ……apa pendapatmu? Jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Susuilah dia’. (Dalam riwayat lain dikatakan, ‘Susuilah dia agar menjadi mahrammu’). Maka ia pun menyusuinya dengan lima sususan, sehingga jadilah ia sebagai anak susuannya”. Maka dari hadits tersebut `Aisyah memerintahkan anak-anak wanita dari saudara-saudara perempuan dan anak-anak wanita dari saudara-saudara laki-lakinya untuk menyusui siapa saja yang ia (`Aisyah) ingin, (diperbolehkan) untuk melihatnya dengan lima susuan meskipun orang itu sudah besar. Namun hal itu diingkari oleh Ummu Salamah dan juga sederet istri-istri Nabi saw…… lalu mereka (istri-istri Nabi) berkata kepada `Aisyah, “Demi Allah kami tidak tahu, mungkin hal itu dikhususkan oleh Rasulullah bagi Salim, tidak untuk yang lain.” (HR. Nasa`i dan Abu Dawud).

Namun dalam hal ini ada pendapat, yang hal ini dikuatkan atau dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, yaitu, ”Persusuan itu yang mu`tabar (diakui) hanya bagi anak kecil, kecuali jika ada udzur yang benar-benar syar`i, seperti menyusunya orang yang sudah besar yang tidak mungkin lagi untuk menghindar dari ikhtilath dengan wanita itu, atau wanita sangat sulit berhijab darinya”. Dalam kasus di atas, bahwa Salim adalah bekas budak dari suami wanita itu (Sahlah binti Suhail).

Pendapat inilah yang mungkin bisa menggabungkan dari dua pendapat di atas, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa menyusui orang yang sudah besar itu tidak ada hukum dan pendapat yang mengatakan bahwa menyusui orang yang sudah besar itu sebagaimana menyusui anak kecil. (Nailul Author).

Hal lain yang menjadi perdebatan adalah mengenai kadar yang dianggap dapat menjadikannya seseorang menjadi mahramnya, beberapa berbedaan tersebut didasarkan pada beberpaa kejaian berikut, yaitu :

1. bahwa yang menjadikan keharaman (untuk menikah) dari sebab persusuan yaitu apabila kadarnya tiga atau lebih. Pendapat ini diwakili oleh Dawud Azh-Zhahiri, Ibnu Mundzir, Abu Ats-Tsauri dan segolongan `ulama-`ulama lainnya, mereka berpendapat dengan dasar hadits Nabi saw:

لَاتُحْرَمُ الْمِصَّةُ وَالْمِصَّتَانِ (أخرجه مسلم)

“Tidaklah mengharamkan satu atau dua sedotan.” (HR. Muslim).

2. baik sedikit atau banyak tetap menjadi sebab pengharaman, mereka yang berpendapat dengan pendapat ini adalah shahabat `Ali, Ibnu `Abbas, Ibnu `Umar, Hasan al-Basri, Az-Zuhri, Qatadah, Ats-Tsauri, begitu juga yang dipegang oleh Abu Hanifah dan Malik. Mereka berhujjah dengan dasar bahwa Allah mengkaitkan pengharaman itu dengan nama ‘Rodo`’ yaitu persusuan. Maka tatkala ada nama berarti ada hukum.

3. tidak menjadi sebab keharaman kecuali 5 (lima) sedotan. Pendapat ini dibawa oleh Ibnu Mas`ud, Ibnu Zubair, Atha`, Thawus, Syafi`i, Ahmad, Ibnu Hazm dan segolongan `ulama yang lain. Mereka mendasarkan pendapatnya dengan hadits `Aisyah tentang kisah Salim. (Abdus Salam, vol. 3 hal. 440).

Dan dalam kitab “Al-Mughni” Ibnu Qudamah (vol. 11 hal. 313) menyebutkan bahwa yang masyhur dikalangan para ulama` adalah adalah 5 (lima) sedotan.

Kesimpulannya adalah :
1. Jika hanya satu atau dua sedotan makan tidak akan menjadikannya makhramnya, artinya tidak diharamkannya keduannya untuk menikah.
2. kadar persusuan yang yang menjadikannya makhramnya adalah 5 sedotan atau lebih
3. Jika usia anak tersebut lebih dari 2 tahun, maka tidak akan berlaku hukum persusuan.
4. Bolehnya seorang suami untuk menyusui dengan istrinya jika terlepas dari perkara diatas.
5. Menyusunya seseorang yang telah dewasa dengan seorang wanita akan menjadi sebab keharaman dalam kondisi udzur. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Taimiyyah.

Wallahu A`lamu bish Shawab.

--------------------------------------------------------------------------------------
[1] Cairan Ajaib: Air Susu Ibu
[2] Al-Fatawa al-Kubra, Ibnu Taimiyah
[3] Ibnatul Ahkam, Abi Abdillah Abdus Sallam
[4] Al-Mughni, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi
[5] Nailul Authar, Imam Asy-Syaukani
[6] Al-Jamie` li Ahkamil Quran, Imam Qurthubi
[7] Al-Majmu` Syarh Al-Muhadzab, Imam An-Nawawi

Read more!

Menikah

Assalammualaikum

Ada ebook bagus nih tentang pernikahan, Disini. Mudah-mudahan bisa ada pencerahan.

Wasalam Read more!

Hijab

Assalammualaikum Wr Wb.

Dewasa ini semakin banyak kita melihat wanita-wanita dewasa yang tidak menggunakan Jilbab atau penutup kepala, banyak alasan yang dikemukakan mulai dari kepanasan sampai merasa belum siap secara batin. Memang menggunakan jilbab tidak hanya dibutuhkan kemauan semata tapi harus berangkat dari hati yang paling dalam (mungkin ini yang menjadi halangan atau alasan bagi banyak orang untuk menunda menggunakan hijab/ jilbab) karena jilbab tidak boleh digunakan sembarangan dalam arti asal menggunakan. harus tercermin dari dalam hati dan terlihat dari tingkah laku. Semua itu bukannya tidak mungkin, Allah maha mengetahui jika kita sudah niat dan dijalankan dengan sungguh-sungguh untuk menuju kesana bukannya tidak mungkin. semua itu tergantung dari niat kita, dan bagaimana kita menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari.

saya ada ebook bagus tentang hijab, Download Disini

Wasalam Read more!

Welcome

Assalammualaikum

Saudara-saudari seiman, insya Allah d sini tempatnya kita berbagi ilmu tentang agama Islam....

Wasalam
Admin Read more!